"empat belas ribu",
"kok mahal ya?""ya memang sudah mahal dari kulakannya lho bu....".
Kira-kira seperti itulah percakapan antara pembeli dan penjual eceran di pasar tradisional. Sekilas pikiran kita terbawa kepada harga jual dipeternak. Mungkin dengan harga eceran segitu di peternak harganya masih disekitar 10800 - 11000 an.Wah... besar sekali ya untungnya pedagang telur. Pasti seperti itu dipikiran kita yang belum benar-benar tahu bagaimana sebuah rantai distribusi telur itu.
Perlu kita ketahui bahwa distribusi telur itu untuk sampai ke konsumen melalui beberapa tahap, jadi tidak langsung dari peternak langsung diecer ke konsumen. Sebagai gambaran, untuk distribusi telur di blitar kira-kira seperti ini, dari peternak telur diambil oleh pengepul, kemudian ke distributor, dari distributor ini telur di distribusikan lagi ke Distributor di luar kota. Selanjutnya dari distributor ini telur di distribusikan lagi ke agen/grosiran, dari grosiran baru ke pengecer dan dari pengecer terus ke konsumen.
Misalkan harga dari peternak 10800, maka pengepul akan menjual ke distributor 11.000, tentu saja ini bukan merupakan keuntungan bersih, karena masih harus di potong dengan biaya operasional dan biaya transportasinya dari peternak sampai ke gudang. Misalkan saja pengepul ini mempunyai omset 4 ton dalam 1 minggu, kelihatannya untungnya sangat besar yaitu sekitar 800.000 dalam 1 minggu. Tetapi... harus kita sadari bahwasanya angka 800 ribu itu tidak diperoleh dalam 1 hari. Tetapi dalam 1 minggu. Karena pengambilan dari peternak itu waktunya tidak bersamaan, sehingga tiap hari harus selalu mengeluarkan biaya transportasi dan biaya operasional untuk karyawannya. Anggaplah biaya operasional dalam 1 hari tersebut untuk bensin dan karyawan adalah 75 ribu, maka keuntungannya pun sebenarnya juga cuma 175 ribu dalam 1 minggu atau 25 ribu per hari. Tidak besar kan? apalagi dengan keuntungan sebesar itu masih dihadapkan lagi pada resiko fluktuasi harga turun dan perawatan transportasinya.
Selanjutnya dari pengepul ini telur dibeli oleh distributor untuk dikirim ke luar kota. Misalnya di dikirim ke jakarta. Distributor biasanya mengambil keuntungan sekitar 100/200 rupiah per kilo untuk penjualannya. Biaya transportasi untuk pengiriman 1 truk sampai jakarta adalah 2.000.000,- rupiah. Jadi jika truk tersebut dimuati telur hingga 4 ton maka biaya per kilo nya sampai jakarta adalah 500 rupiah. Sehingga harga telur tersebut sampai di distributor besar jakarta sekitar 11600/11700. Kalau melihat sekilas lagi, keuntungan distributor ini cukup besar yaitu sekitar 400 ribu sampai 800 ribu dalam sekali kirim. Tetapi perlu juga kita ketahui bahwasanya keuntungan tersebut juga belum merupakan keuntungan bersih, melainkan masih dipotong lagi dengan ongkos ng- fok telurnya ke truk dan resiko komplain susut timbangan atau bentes (telur pecah) dari pembelinya dijakarta. Belum lagi resiko diperjalanan harus ditanggung oleh para distributor ke luar kota ini.
Distributor besar ini biasannya mengambil keuntungan sekitar 300-400 rupiah per kg nya untuk penjualan ke agen besar atau grosiran sehingga harga sampai ke grosir sekitar 12000/12100 per kg nya. Sekilas kita juga melihat ini merupakan keuntungan yang cukup besar. Tetapi jika kita kaji lebih jauh lagi ternyata juga tidak seperti yang kita bayangkan. Distributor besar ini masih harus dibebani dengan biaya operasional turun naiknya telur, biaya operasional memindah telur ke kotak jika distribusinya ke agen dengan kotakan, juga biaya transportasi ke agen atau grosirannya. Belum lagi telur 4 ton tersebut bisa habis dalam 1 hari, bisa 3,4 atau bahkan 1 minggu. Sehingga rentan juga terhadap krugian yang disebabkan oleh fluktuasi harga.
Selanjutnya dari grosir, telur diambil oleh pedagang pengecer. Pedagang pengecer ini biasanya mempunyai omset per hari sekitar 10-20 kg. Jika agen/grosir tadi mengambil keuntungan 200/300 rupiah per kg nya, maka harga sampai pengecer ini sekitar 12300/12400 per kg nya. Karena pengecer hanya mempunyai omset sekitar 10 - 20 kg per hari, maka wajar saja jika mereka mengambil keuntungan sekitar 1000 sampai dengan 1500 per kg nya, sehingga harga telur sampai konsumen itu bisa sampai sekitar 14000 an. Bagaimanapun para pengecer ini juga harus menanggung biaya hidup juga, dan dengan keuntungan sekitar 20 ribu sampai 30 ribu per hari dari penjualan telurnya tersebut menurut saya wajarlah dia dalam mengambil keuntungan tersebut.
Jadi seperti itulah sebuah gambaran mengapa rentang harga telur itu dari peternak sampai kekonsumen cukup tinggi. Terkadang kita menganggap bahwa pekerjaan orang lain itu lebih enak dari pada kita, demikan juga seringkali orang lain menganggap pekerjaan kita itu lebih enak dari pada pekerjaannya. Orang jawa bilang "urip kuwi cuma sawang sinawang" atau hidup itu cuma saling melihat, enak menurut yang kita lihat belum tentu enak bagi yang mengerjakan. Jadi enak atau tidak enak suatu perkerjaan itu tergantung dari bagaimana kita menikmati pekerjaan tersebut dan bagaimana kita mau mensyukuri apa yang kita peroleh.
Perlu kita ketahui bahwa distribusi telur itu untuk sampai ke konsumen melalui beberapa tahap, jadi tidak langsung dari peternak langsung diecer ke konsumen. Sebagai gambaran, untuk distribusi telur di blitar kira-kira seperti ini, dari peternak telur diambil oleh pengepul, kemudian ke distributor, dari distributor ini telur di distribusikan lagi ke Distributor di luar kota. Selanjutnya dari distributor ini telur di distribusikan lagi ke agen/grosiran, dari grosiran baru ke pengecer dan dari pengecer terus ke konsumen.
Misalkan harga dari peternak 10800, maka pengepul akan menjual ke distributor 11.000, tentu saja ini bukan merupakan keuntungan bersih, karena masih harus di potong dengan biaya operasional dan biaya transportasinya dari peternak sampai ke gudang. Misalkan saja pengepul ini mempunyai omset 4 ton dalam 1 minggu, kelihatannya untungnya sangat besar yaitu sekitar 800.000 dalam 1 minggu. Tetapi... harus kita sadari bahwasanya angka 800 ribu itu tidak diperoleh dalam 1 hari. Tetapi dalam 1 minggu. Karena pengambilan dari peternak itu waktunya tidak bersamaan, sehingga tiap hari harus selalu mengeluarkan biaya transportasi dan biaya operasional untuk karyawannya. Anggaplah biaya operasional dalam 1 hari tersebut untuk bensin dan karyawan adalah 75 ribu, maka keuntungannya pun sebenarnya juga cuma 175 ribu dalam 1 minggu atau 25 ribu per hari. Tidak besar kan? apalagi dengan keuntungan sebesar itu masih dihadapkan lagi pada resiko fluktuasi harga turun dan perawatan transportasinya.
Selanjutnya dari pengepul ini telur dibeli oleh distributor untuk dikirim ke luar kota. Misalnya di dikirim ke jakarta. Distributor biasanya mengambil keuntungan sekitar 100/200 rupiah per kilo untuk penjualannya. Biaya transportasi untuk pengiriman 1 truk sampai jakarta adalah 2.000.000,- rupiah. Jadi jika truk tersebut dimuati telur hingga 4 ton maka biaya per kilo nya sampai jakarta adalah 500 rupiah. Sehingga harga telur tersebut sampai di distributor besar jakarta sekitar 11600/11700. Kalau melihat sekilas lagi, keuntungan distributor ini cukup besar yaitu sekitar 400 ribu sampai 800 ribu dalam sekali kirim. Tetapi perlu juga kita ketahui bahwasanya keuntungan tersebut juga belum merupakan keuntungan bersih, melainkan masih dipotong lagi dengan ongkos ng- fok telurnya ke truk dan resiko komplain susut timbangan atau bentes (telur pecah) dari pembelinya dijakarta. Belum lagi resiko diperjalanan harus ditanggung oleh para distributor ke luar kota ini.
Distributor besar ini biasannya mengambil keuntungan sekitar 300-400 rupiah per kg nya untuk penjualan ke agen besar atau grosiran sehingga harga sampai ke grosir sekitar 12000/12100 per kg nya. Sekilas kita juga melihat ini merupakan keuntungan yang cukup besar. Tetapi jika kita kaji lebih jauh lagi ternyata juga tidak seperti yang kita bayangkan. Distributor besar ini masih harus dibebani dengan biaya operasional turun naiknya telur, biaya operasional memindah telur ke kotak jika distribusinya ke agen dengan kotakan, juga biaya transportasi ke agen atau grosirannya. Belum lagi telur 4 ton tersebut bisa habis dalam 1 hari, bisa 3,4 atau bahkan 1 minggu. Sehingga rentan juga terhadap krugian yang disebabkan oleh fluktuasi harga.
Selanjutnya dari grosir, telur diambil oleh pedagang pengecer. Pedagang pengecer ini biasanya mempunyai omset per hari sekitar 10-20 kg. Jika agen/grosir tadi mengambil keuntungan 200/300 rupiah per kg nya, maka harga sampai pengecer ini sekitar 12300/12400 per kg nya. Karena pengecer hanya mempunyai omset sekitar 10 - 20 kg per hari, maka wajar saja jika mereka mengambil keuntungan sekitar 1000 sampai dengan 1500 per kg nya, sehingga harga telur sampai konsumen itu bisa sampai sekitar 14000 an. Bagaimanapun para pengecer ini juga harus menanggung biaya hidup juga, dan dengan keuntungan sekitar 20 ribu sampai 30 ribu per hari dari penjualan telurnya tersebut menurut saya wajarlah dia dalam mengambil keuntungan tersebut.
Jadi seperti itulah sebuah gambaran mengapa rentang harga telur itu dari peternak sampai kekonsumen cukup tinggi. Terkadang kita menganggap bahwa pekerjaan orang lain itu lebih enak dari pada kita, demikan juga seringkali orang lain menganggap pekerjaan kita itu lebih enak dari pada pekerjaannya. Orang jawa bilang "urip kuwi cuma sawang sinawang" atau hidup itu cuma saling melihat, enak menurut yang kita lihat belum tentu enak bagi yang mengerjakan. Jadi enak atau tidak enak suatu perkerjaan itu tergantung dari bagaimana kita menikmati pekerjaan tersebut dan bagaimana kita mau mensyukuri apa yang kita peroleh.