Pada dasarnya pedagang dan peternak itu merupakan satu-kesatuan. Pedagang yang punya pasar/pelanggan dan peternak yang punya barang. Pedagang butuh barang untuk dijual dan peternak butuh pembeli yang mengambil hasil produksinya. Jadi sebenarnya sangat ironis jika ada pedagang yang benci peternak dan juga sebaliknya ada peternak yang benci sama pedagang.

Memang pedagang maupun peternak itu mempunyai otoritas sendiri-sendiri. Peternak sebagai produsen dan pedagang sebagai distributor. Bagaimana jadinya kalu peternak harus menjual langsung ke pasar hasil produksinya, ya kalau kapasitas produksinya cuma 1-2 kwintal masih memungkinkan tetapi jika kapasitas produksinya sudah mencapai lebih dari 1 ton, tentu sudah sangat kesulitan kalau harus mengecer telur setiap hari ke pasar.

Siapapun dalam bekerja tentu saja bertujuan untuk mendapatkan keuntungan, tak terkecuali pedagang dan peternak. Peternak memperoleh keuntungan dari penjualan hasil produksi dikurangi dengan operasional produksinya tersebut. Dan pedagang mendapatkan keuntungan dari margin harga jual dan harga beli dari peternak di kurangi biaya operasionalnya. Banyak juga peternak yang belum mempunyai pengalaman pasar hanya melihat selisih harga konsumen dan harga beli dari peternak merupakan keuntungan bersih dari pedagang.

Sekilas memang margin keuntunganya begitu besar. Tetapi sebenarnya bila kita melihat lebih jauh lagi, sebenarnya keuntungan bersih dari pedagang tersebut tidak terlalu tinggi. Sebagai ilustrasi seperti ini, pedagang yang mengambil barang dari peternak dengan kapasitas 1 ton keatas, biasanya akan mengambil keuntungan sekitar 200/300 rupiah per kg nya dari penjualan ke agenya, sekilas memang besar kentunganya, yaitu sekitar 200 sampai 300 ribu, tetapi juga perlu kita pahami keuntungan tersebut belum dipotong dengan biaya transportasi dan operasional untuk tenaga kerjanya, kemudian agen ini juga mengambil keuntungan sekitar 100/200 rupiah per kgnya kepada pedagang pengecer, dan para pengecer biasanya mengambil keuntungan sekitar 1000 rupiah per kg nya, karena omset pengecer ini memang tidak besar, mungkin sekitar 10-15 kg per hari, jadi kalo hanya mengambil keuntungan dibawah 500 rupiah per kg nya para pengecer pasti rugi karena telur pasti susut timbanganya.

Jadi kalau di lihat sekilas selisih harga dari peternak itu memang bisa 1500-2000 per kg nya, tetapi jika kita bisa melihat dengan bijak rantai distribusinya maka margin yang besar tersebut bukan merupakan keuntungan bersih dari satu pedagang atau distributor saja, melainkan sudah melalui 2 atau tiga proses distribusi. Terkadang memang pedagang terkesan seenaknya menentukan harga beli dari peternak, namun sering juga pedagang merasa peternak itu membuka harga jual dengan seenaknya juga. Memang kita perlu juga saling memahami bahwa pedagang dan peternak itu memiliki wilayah otoritas masing-masing, pada saat permintaan telur sepi memang itu saatnya peternak menurut pada pedagang sebagai penguasa pasar agar barang kita bisa terjual, dan pada saat permintaan tinggi pedagang pun harus maklum untuk bisa mengikuti harga jual dari permintaan peternak. Dan yang terpenting, agar tidak selalu khawatir ketinggalan harga maka sebaiknya pedagang atau peternak harus selalu mengikuti perkembangan informasi harga terkini. Tentu saja sebuah update informasi yang sudah terbukti dan teruji di gunakan acuan standar baik oleh pedagang atau peternak.