Ayam arab yang dibudidayakan dan dikembangkan oleh masyarakat kebanyakan merupakan hasil persilangan antara ayam arab betina dan ayam buras jantan. Persilangan tersebut menghasilkan keturunan (final stok) ayam lokal tipe arab penghasil telur yang lebih produktif daripada ayam buras (lokal) murni.

Ayam arab tipe lokal ini memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan dengan jenis ayam buras lokal. Selain produksi telurnya lebih tinggi ayam arab tipe lokal ini memiliki penampilan yang menarik dan khas, yakni bulu-bulu pada bagian badanya memiliki banyak motif seperti dominan putih dengan dihiasi bintik-bintik hitsm atau sebaliknya. Ayam arab tipe lokal juga dapat digunakan sebagai ayam pedaging, terutama yang jantan dan betina afkir.

Walaupun ayam lokal tipe arab memiliki banyak kelebihan dari jenis ayam buras lainya, keberadaanya belum sangat dikenal oleh masyarakat sehingga pengembanganya masih lamban. Pada umumnya, ayam lokal tipe arab masih dibudidayakan hanya sebagai kesenangan atau untuk usaha sampingan dengan pengelolaan yang sederhana. Padahal ayam lokal tipe arab ini bila dibudidayakan dengan baik dapat menghasilkan keuntungan yang baik.

Di Indonesia, keberadaan ayam arab sudah dikenal oleh sebagian masyarakat sejak tahun 1990-an. Namun, hingga kini keberadaan ayam arab belumlah populer. Pembudidayaan ayam arab selama kurun waktu 20 tahunan ini masih cukup lamban dan staknasi pada daerah-daerah tertentu saja, seperti Blitar, Tulungagung, Kediri, Malang dan Jember. Lambannya pengembangan ayam arab keseluruh wilayah indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah sistem produksi ayam arab selama ini umumnya masih dikelola secara subsistem (tradisioanal) dan semi intensif dalam skala kecil. Karena pada umumnya masyarakat menernakan ayam arab masih bersifat sebagai usaha sambilan . Disamping itu, kurangnya promosi tentang ayam arab dan prduktivitasnya kepada masyarakat luas menjadi penyebab utama masih rendahnya pengembangan pembudidayaan ayam arab ditanah air.